Kamis, 05 Desember 2019

Peningkatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta penyehatan lingkungan

     Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.
     
      Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, pneumoni, hepatitis, malaria, demam berdarah, influenza, flu burung dan penyakit neglected diseases antara lain kusta,frambusia, filariasis, dan chsitosomiasis. Selain penyakit tersebut, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian walaupun pada tahun 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah mencapai eliminasi tetanus neonatorum. Termasuk prioritas dalam pengendalian penyakit menular adalah pelaksanaan Sistim Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa, Kekarantinaan Kesehatan untuk mencegah terjadinya Kejadian Kesehatan yang Meresahkan (KKM) dan pengendalian panyakit infeksi emerging.
     
      Di Indonesia, TB paru merupakan pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan penyebab ketiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Bakteri TB pertama kali ditemukan oleh Robert Koch. Bakteri ini sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Cara penularan TB melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang dikeluarkan oleh penderita TB pada saat batuk, bersin atau berbicara. Bakteri ini menyerang orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah. Bakteri ini menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, sehingga menginfeksi organ tubuh lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dll.
     
      Strategi pencegahan yang murah untuk mencegah TB Paru dengan cuci tangan, pemakaian sarung tangan dan masker. Diharapkan mencuci tangan dilakukan sebelum makan ataupun sebelum memulai dan sesudah melakukan pekerjaan akan menjaga kesehatan tubuh dan mencegah penyebaran penyakit melalui kuman yang menempel di tangan. Ada berbagai macam alat pelindung diri, diantaranya masker dan sarung tangan. Sarung tangan harus selalu dipakai pada saat melakukan tindakan kedokteran gigi, seperti melakukan penambalan pada gigi yang berlubang, pencabutan, melakukan operasi atau tindakan skeling/membersihkan karang gigi. Penularan bakteri pada operator, melalui mikroorganisme patogen yang ada dalam darah, saliva dan plak gigi dapat mengontaminasi tangan petugas kesehatan gigi (dokter gigi ataupun perawat gigi). Diharapkan sarung tangan tersebut sekali pakai, dan tidak digunakan kembali untuk memeriksa pasien yang lain
     
      GERMAS adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas masyarakat dan mengurangi beban biaya kesehatan. Dalam rangka mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dilakukan melalui peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan, pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan edukasi hidup sehat.
      Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular maka strategi nasional pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia, terdiri dari 4 pilar, yaitu:
a. Meningkatkan Advokasi dan Kemitraan dalam upaya meningkatnya komitmen politik dan berfungsinya mekanisme koordinasi lintas kementerian yang secara efektif dapat menjamin tersedianya sumber daya yang cukup bagi pelaksanaan program secara berkesinambungan.

b. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Penurunan Faktor Risiko dengan menumbuhkan budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada komunitas melalui penerapan perilaku “CERDIK” yang merupakan akronim dari “Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stres”, dan meningkatkan Upaya-upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM untuk mengendalikan faktor-faktor risiko PTM. 44 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)

c. Menguatkan Sistem Pelayanan Kesehatan secara efektif dalam pengendalian penyakit kronik melalui deteksi dini, diagnosa dini serta pengobatan dini, termasuk penguatan tata-laksana faktor risiko memperkuat penanganan kegawat-daruratan dan kasus-kasus yang perlu dirujuk dengan sinkroisasi sesuai pola pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

d. Menguatkan Surveilans, Monitoring dan Evaluasi serta Riset bidang PTMdalam peningkatan ketersediaan data faktor risiko dan determinan lain PTM, angka morbiditas dan mortalitas, serta penguatan sistem monitoring untuk mengevaulasi kemajuan program dan kegiatan PPTM. Riset kebijakan dan kesehatan masyarakat dalam bidang PTM amat dibutuhkan untuk menilai bagaimana dampak dari berbagai kegiatan yang dirancang, mulai dari advokasi, kemitraaan, promosi kesehatan dan penguatan sistem layanan kesehatan primer erhadap berbagai indikator antara sebelum mengukur outcome seperti penurunan prevalensi merokok di kalangan penduduk usia 15-18 tahun.
      Pengendalian Penyakit Tidak Menular Sasaran kegiatan ini adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit tidak menular serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular. Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:
1. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu dengan target sebesar 50%. Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Puskesmas dalam melaksanakan pengendalian PTM terpadu. Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu dibagi dengan jumlah Puskesmas di Indonesia di kali seratus persen. 58 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)

2. Persentase kab/kota yang memiliki kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebesar 70% Indikator ini untuk mengukur keberhasilan kab/kota dalam memiliki kebijakan kawasan tanpa rokok. Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah kab/kota yang telah memiliki kebijakan KTR dibagi dengan jumlah kab/kota di Indonesia di kali seratus persen.

3. Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dengan target sebesar 50%. Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Desa/ kelurahan dalam melaksanakan monitoring faktor risko PTM berbasis masyarakat (Posbindu PTM). Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah Desa/ kelurahan yang melaksanakan Posbindu PTM dibagi dengan jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia di kali seratus persen.

4. Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun sebesar 50% Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dengan Pemeriksaan Payudara Klinis(SADANIS), dan leher rahim melalui metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) atau papsmear pada perempuan usia 30-50 tahun. Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah Puskesmas yang melaksanakan yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun dibagi dengan jumlah Puskesmas di Indonesia di kali seratus persen.

5. Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak sebesar 30% Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Puskesmas yang melakukan deteksi dini katarak dengan pemeriksaan klinis dan merujuk kasus katarak. Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak dibagi dengan jumlah Puskesmas di Indonesia di kali seratus persen.

Senin, 19 Agustus 2019

Rampan Karies

https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjJop7F0o7kAhWIvo8KHaOlCy4QjRx6BAgBEAQ&url=%2Furl%3Fsa%3Di%26source%3Dimages%26cd%3D%26ved%3D%26url%3Dhttps%253A%252F%252Ffajarrudin992.wordpress.com%252F2017%252F11%252F02%252Frampan-karies-rampant-caries%252F%26psig%3DAOvVaw1fdGr5z1ifiAjZWwY9PMoK%26ust%3D1566294108147863&psig=AOvVaw1fdGr5z1ifiAjZWwY9PMoK&ust=1566294108147863

RAMPAN KARIES Karies rampan adalah lesi karies yang terjadi cepat, menyebar secara luas dan menyeluruh sehingga cepat mengenai pulpa. Karies ini mengenai beberapa gigi, termasuk gigi yang biasanya bebas karies yaitu gigi anterior bawah, dan banyak dijumpai pada gigi sulung anak karena mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik atau pada anak balita yang sering mengudap makanan kariogenik di antara makanan utamanya. Karies rampan juga merupakan lesi akut yang meliputi sebagian atau semua gigi yang telah erupsi, menghancurkan jaringan mahkota gigi dengan cepat termasuk permukaan yang biasanya imun terhadap karies, serta mengakibatkan terkenanya pulpa. Karies merupakan proses patologik berupa kerusakan pada jaringan keras gigi dimulai dari email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Karakteristiknya ialah terjadi demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organic. Karies yang sering dijumpai pada anak-anak ialah karies rampan. Ciri-ciri khas karies rampan yaitu terjadinya sangat cepat bila dibandingkan karies gigi umumnya, penyebarannya mengenai beberapa gigi sekaligus pada gigi yang biasanya tahan terhadap karies, kavitas karies berwarna putih sampai kekuningan, jaringan karies lunak, serta sering menimbulkan rasa nyeri atau dapat terjadi pembengkakan. Karies rampan ini terjadi karena ketidakseimbangan mineralisasi dalam waktu lama di dalam rongga mulut yang diakibatkan peningkatan konsumsi karbohidrat yaitu sering mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik yang tinggi kandungan sukrosanya. Karies rampan ini sering ditemukan pada anak usia di bawah 5 tahun dengan penyebaran tertinggi pada anak usia 4 tahun dimana pada usia tersebut gigi anak msih rentan terhadap asam dan anak belum tahu mmbersihkan gigi geliginya sendiri. Pola perilaku yang sudah menjadi kebiasaan tentu sangat berpotensi menjadi penyebab terjadinya rampan karies. Seperti riwayat minum susu botol sebelum tidur dan tidak disertai kumur air putih sesudahnya. Substrat akan melekat lama di permukaan gigi dan menimbulkan demineralisasi terutama pada permukaan gigi anterior yang kemudian dapat menimbulkan rampan karies. Pencegahan karies menurut syaifudin :
1. Setelah diberi makan, bersihkan gusi anak dengan kain atau lap bersih. Bersihkan atau sikat gigi anak jika giginya sudah erupsi. Bersihkan dan pijat gusi pada area yang ompong dan mulai flossing semua gigi anak yang telah erupsi, biasanya pada usia 2-2,5 tahun.
2. Jangan membiarkan anak tertidur sambil minum melalui botol yang berisi susu formula atau jus buah atau larutan yang manis.
 3. Jika anak membutuhkan dot untuk pemberian makan yang regular pada malam hari atau hingga tertidur, berilah anak dot bersih yang direkomendasikan oleh dokter gigi atau dokter anak. Jangan pernah memasukkan dot dengan minuman yang manis.
4. Jika air yang diberikan kepada anak tidak mengandung fluoride, tanyakan dokter gigi apa yang sebaiknya diberikan pada anak.
5. Mulai berkunjung ke dokter gigi sejak tahun pertama kelahiran secara teratur. Jika anak mempunyai masalah dengan giginya, segera periksakan ke dokter gigi.

SUMBER :
1. Sadimin dkk. 2017. Faktor-faktor penyebab Rampan Karies Pada Siswa TK Pertiwi Jembungan Kabupaten Boyolali. Keperawatan gigi poltekkes semarang.
2. Ni wayan Mariati. 2015. Pencegahan Dan Perawatan Karies Rampan. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Kamis, 15 Agustus 2019

komunikasi terapeutik

komunikasi terapeutik 
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan. Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.




DAFTAR PUSTAKA Hilton. A.P.(2004).Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher Ltd Kozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh edition. United States: Pearson Prentice Hall